Thursday, June 02, 2005

kepala ayam jago

Sayup suara takbir masih terdengar saat kaki ini menginjak teras rumah. Rumah yang 2,5 tahun aku tinggalkan. Aku lupakan seisinya.

Emak menyambutku sebelum aku sempat mengetuk pintu. Langsung memeluk tanpa sempat berucap. Ada dua titik air di sudut mata kanannya. "Kamu pulang juga, Mas?" pelan tanpa melepas tangannya dari punggungku.

"Mas", emak selalu memanggilku dengan kata itu. Mungkin untuk mengajari adik-adikku saat mereka masih kecil. Namun, entah mengapa saat ketiga adikku sudah besar, dan semua memanggilku dengan kata "Mas", emak masih menggunakan kata itu sebelum menyebut namaku.

"Emak tidak bisa tidur semalaman," masih belum melepas tangannya dari punggungku. Matanya memang sedikit merah. Tapi, semalam adikku berkata di telpon, emak sudah tidak bisa tidur sejak malam takbiran. Malah, kata adikku, emak juga tidak mau dhahar. "Kangen," kata adikku.

"Aku hanya ingin kamu pulang. Bukan bersujud. Hari ini semua salah telah hilang. Bangun dan makanlah," tangan emak membimbingku bangkit. "Kemarin bapak memotong ayam jago. Adik-adikmu tidak mau makan kepalanya".

Kepala ayam. Ah! aku jadi ingat masa kecilku. Aku ingat bagaimana aku menangis karena kepala ayam jago yang dipotong Almarhum Mbah Kakung dimakan adikku. "Kamu masih suka kepala ayam, khan?" Emak membuyarkan lamunanku. "Masih," jawabku.

Kepala ayam. ya aku suka sekali kepala ayam jago. dan sejak aku menangis gara-gara kepala ayam jago yang dipotong Mbah Kakung dimakan adikku, Emak selalu menyimpannya di tempat terpisah. Entah di mangkuk, atau di piring. "Kepala ayam, hanya untuk Masmu". Kalimat itu selalu Emak ucapkan kepada adik-adikku setiap kali Bapak memotong ayam jago.

Sepeninggal Mbah Kakung, Bapaklah yang selalu memotong ayam jago. Baik itu ayam milik keluargaku, maupun ayam milik keluarga Mbah Biyung. Dan, aku selalu mendapat kepala ayam jago.

"Bapak masih mengantar Pakde. Adik-adikmu di masjid. Rapat. Besok malam mau ada silaturrahmi," Emak berbicara seperti membaca pikiranku. "Besok sungkem sama Mbah Biyung. Sama Pakde dan Paman-Pamanmu. Kemarin mereka menanyakanmu".

Emak masih bicara sampai aku habiskan sebiji mata di kepala ayam jago yang dipotong Bapak. Tentang adik-adikku yang pulang sehari sebelum takbiran. Tentang Bapak. Dan tentang kepala yang selalu ia pisahkan setiap kali bapak memotong ayam jago.

***

0 Comments:

Post a Comment

<< Home