Friday, March 17, 2006

benih itu tumbuh sudah

benih itu tumbuh sudah
usianya sekitar lima minggu

benih yang tak diduga
benih yang luar biasa

duhai alam raya terimalah ia
berikanlah kesuburan seperti yang kau berikan
kepada sawah untuk para petani

berikanlah ketegaran seperti yang kau tancapkan
kepada batu-batu karang

berikanlah gairah seperti ombak yang kau limpahkan
kepada laut untuk para nelayan

berikanlah ia keteduhan laksana pohon
yang tak pernah mengeluh kepada siapa pun yagn berteduh

duhai alam raya ...
nantikanlah ia dengan sabar sebagai matahari yang tak pernah bosan

Tuesday, March 07, 2006

Thuyul



Pada mulanya adalah permakluman. Ketundukan akan hukum kepitalisme yang membungkus industri media, utamanya televisi. Permakluman akan pemakaian stringer oleh seorang koresponden atau kontributor televisi.

Maklum karena Koresponden atau kontributor mendapatkan kontra prestasi dari berita yang dikirim dan ditayangkan oleh televisi di mana dia mengikat kontrak. Stasiun televisi, sesuai hukum kapitalis yang membungkusnya, tidak akan pernah ambil pusing dengan jumlah berita yang dikirim. Sepanjang tidak menimbulkan komplen dan layak, maka akan ditayangkan. Karena, disanalah penghasilan media itu berasal. Tentus etelah melalui hitung-hitungan rating dan share.

Sebaliknya, bagi Koresponden atau Kontributor, jumlah berita yang tayang sama dengan periuk nasi. Tayang berarti mengepul dan kenyang, tidak tayang sama dengan habisnya uang. Sebab itulah permakluman itu datang.

Televisi, sebagaimana fitrahnya sebuah media tidak akan mau ketinggalan berita. Selain itu, jumlah berita yang banyak dari Koresponden, bagi media sebagai user memberi banyak pilihan untuk menyuguhkan berita yang variatif kepada audiens. Singkatnya, media sama sekali tidak dirugikan. Sebaliknya, media user berada pada posisi tawar yang dominan. Karena, ia punya otoritas penuh untuk menayangkan atau tidak menayangkan berita yang dikirim oleh Koresponden atau Kontributor.

Dari sisi hukum dan perburuhan, apalagi. Media user selama ini hanya bertanggung jawab pada Koresponden atau Kontributor yang menandatangani kontrak kerja sama. Terhadap stringer atau (maaf) thuyul yang bekerja pada Koresponden dan Kontributor, user Media sama sekali tak mengikat kontrak. Artinya, semua tanggung jawab hukum dan perburuhan sepenuhnya dipikul di pundak Koresponden atau Kontributor.

Dari sini, teramat jelas betapa Media user menangguk untung yang teramat besar dari cara yang sama sekali tidak bijak. Oportunis, khas kapitalisme yang licik!

Lalu, mengapa Koresponden dan Kontributor masih sja melakukan? Tentu banyak alasan. Secara ekonomis, dengan penggajian model apa pun terhadap para "Thuyul"-nya, mereka tetap untung. Karena, mereka juga sudah belajar dari media yang menjadi user-nya. Kita ambil contoh yang paling wam. Jika liputan para "thuyul" itu dihargai separuh dari harga tayang, maka Koresponden dan Kontributor akan mendapatkan tambahan penghasilan separuh honor berita. Dan yang lebih penting, selain tidak mengeluarkan tenaga, Koresponden atau Kontributor tidak punya tanggung jawab apa-apa. Sebaliknya, malah dapat nama baik karena dianggap produktif.

Sampai di sini, harmony hubungan media user dan koresponden atau kontributor yang memiliki "thuyul" masih bisa dimaklumi. Hukum kapitalisme yang licik-lah yang membuat mereka tetap mesra.

Lalu, bagaimana jika "thuyul" juga dipelihara oleh seorang Regional Reporter yang sistem penggajian dari media user-nya tidak bergantung pada jumlah berita yang tayang? Inilah yang kemudian melunturkan permakluman.

Media user memilih memberikan penghargaan hasil liputan dengan gaji bulanan tentu bukan semata alasan ekonomis. Karena, sudah menjadi rahasia umum, jurnalis televisi yang digaji bulanan rata-rata berpenghasilan kecil. Lebih dari itu, dengan peralatan yangs emuanya milik media user, regional reporter atawa koresponden diharapkan loyal. Terhadap aturan maupun standar liputan yang ditetapkan.

Persoalannya, jika seorang regional reporter memelihara "thuyul", dari mana sumber uang untuk menggajinya? Mengingat Regional Reporter digaji bulanan, barang tentu "thuyul"-nya tidak digaji per berita tayang. Pertanyaan selanjutnya, seberapa besar ia mampu menggaji? Di sinilah kekhawatiran akan munculnya eksploitasi.

RMP


Siapa masuk barisan, maka dia
harus siap dirapatkan

barang siapa masuk barisan, berarti pula
masuk sebuah perkubuan

garis demarkasi!

siapa lawan siapa kawan
lawan harus ditendang,
kawan harus bergandengan